Dunia dengan Segala Tipu Dayanya
Dua puluh tahun lalu muncul seorang scientist yang berhasil memukau dunia karena dianggap berhasil membantah teori evolusi manusia dari kera. Suatu teori yang dipelajari oleh seluruh pelajar di dunia, karya Charles Darwin. Argumentasi bantahan sebetulnya tidak baru, tapi mampu disajikan dengan gaya sangat apik, begitu meyakinkan dan menukil ayat-ayat dalam Al-Qurán. Banyak yang mengaguminya, meski para ulama mulai memperingati akan kecenderungannya yang enggan menukil hadits Rasulullah sholallahu álaihi wa salam. Dan benar saja, ternyata ia seorang yang tidak percaya hadits, baginya itu hanya perkataan manusia yang tak layak disandingkan dengan firman Allah subhanahu wa taála. Dua puluh tahun kemudian, orang ini ditangkap oleh kepolisian negara setempat karena kasus prostitusi, narkoba dan tindakan menyeleweng lainnya. Di tanah air, ada seorang dengan kecerdasan luar biasa. Ia bisa hidup dengan usaha yang dibangunnya sendiri. Terlahir dari keluarga berkecukupan, talentanya semakin menambah pundi-pundi kekayaan dirinya. Apapun yang dipelajari berhasil dikuasai, dan menjadi lahan baru baginya dalam menderetkan angka di rekening pribadi. Disukai banyak orang, dikenal oleh sekian pejabat, dan tenar di tengah pesohor. Dalam kegemilangan, mulai muncul keresahan dalam dirinya. Suatu tanya yang tak terjawab oleh dunia sekitarnya. Semakin mencari jawaban maka semakin gundah, layaknya rasa haus yang diberi air laut. Ujung kisah glamornya ia baru tahu ternyata semua yang dijalani selama ini adalah perilaku haram. Sesal datang belakangan. Kini, insyaAllah, ia serius hijrah di jalan Allah subhanahu wa taála. Kisah baru lahir dari para crazy rich. Muncul secara mengejutkan, sosok anak muda yang bukan siapa-siapa tiba-tiba menjadi kaya raya. Pamer dengan kekayaan barunya, uangnya seakan tak ada habisnya. Bikin konten berisi belanjaan barang-barang mewah lalu nantinya dapat uang lagi. Segala impian anak muda dipajang di hadapan kamera, disiarkan ke seluruh penjuru dunia. Kalau kurang meyakinkan, maka aksi pamer dibungkus amal sosial juga dilakukan. Di podcast-podcast kata-kata yang kerap keluar adalah, “untuk apa sekolah kalau nanti susah juga”, atau, “hari gini kok susah jadi orang kaya padahal gampang banget”, dan semisalnya. Menjadi provokasi efektif bagi siapapun yang mulai putus asa dengan kenyataan hidup yang makin pahit. Kini, kisah mereka berujung di kepolisian, terjerat kasus penipuan. Mereka baru tahu ternyata yang mereka lakukan bukanlah suatu kepintaran dalam berstrategi bisnis, tapi hanya utak atik bandar judi. Teman-teman yang mengeliling mereka, sekarang diam seribu bahasa, berjamaáh mulai menon-aktifkan account media sosial, mencoba bersembunyi. Tak ada lagi tawa. Kisah-kisah ini bukanlah rekaan dalam ceramah membangun motivasi, tapi kenyataan yang ada terpampang dengan jelas di hadapan mata. Cerita tentang orang-orang yang tenggelam dalam dunia, digembirakan oleh dunia lalu sejurus kemudian dihancurkan kembali oleh dunia yang mereka puja. Dunia adalah ladangnya tipu daya. Allah subhanahu wa taála berfirman: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (QS. al-Hadîd: 20). Menjadi kaya bukanlah suatu dosa, bahkan Rasulullah sholallahu álaihi wa salam mendorong agar para sahabatnya menjadi contoh dari hidup yang mandiri, rajin bersodaqoh dan tampil dengan kehormatan di hadapan umat lainnya. Di buku Muslim-preneur, karya Ustadz Nurdin Apud Sarbini, banyak disadur kisah-kisah kesuksesan para sahabat dalam berbisnis. Tapi bukan dengan cara serampangan. Sesuka hati meraup keuntungan tanpa mengindahkan larangan dalam agama. Para sahabat berhasil menjadi kaya justru setelah mereka mengenal Rabb-nya, menjalani agama dengan kepatuhan yang tinggi dan menegakkan syiar Islam dimanapun mereka berpijak. Kekayaan yang mereka dulang didasarkan pada luasnya ilmu agama. Jika pada hari ini, sekelompok anak muda mulai berpikir lebih baik menguasai ilmu dunia baru nanti ilmu agama, maka kita perlu luruskan. Karena semua ilmu itu hakikatnya adalah milik Allah subhanahu wa taála. Bagaimana mungkin seseorang menuntut suatu ilmu sementara ia menyepelekan pemiliknya. Dan Allah subhanu wa taála telah memerintahkan hambanya untuk menuntut ilmu agama lalu kemudian menguasai dunia. Jangan dibalik. Kisah-kisah diatas adalah gambaran yang jelas bagaimana dunia dengan hakikat tipuannya mampu memperdaya siapapun. Mereka adalah muslim, bersyahadat tapi mengacuhkan agama. Dikiranya agama ini hanya bicara soal sholat, puasa dan zakat. Dianggapnya yang penting nanti tinggal taubat. Dunia tampil sebagai sosok yang menipu dengan segala rayuannya bagi siapapun yang tidak atau bahkan kurang kenal dengan Allah subhanahu wa taála. Bukankah Rasulullah sholallahu álaihi wa salam telah bersabda; “Dunia itu terlaknat dan segala yang terkandung di dalamnya pun terlaknat, kecuali orang yang berdzikir kepada Allah, yang melakukan ketaatan kepada-Nya, seorang ‘alim atau penuntut ilmu syar’i.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah. Dalam Shohihul Jami’, Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan) Maka marilah kita jaga generasi muslim dari berpikir pendek, hanya mengejar sesuatu yang fatamorgana, bersifat fana dan lupa bahwa rumah yang sedang dituju adalah akhirat. Dunia akan datang sebagai kemuliaan dengan izin Allah subhanahu wa taála kepada orang-orang yang sanggup menanggungnya, dan itu hanya bisa terjadi jika orang tersebut mampu menguasai ilmu agama, mengamalkannya dan mengajarkannya kepada yang lain. Selebihnya, biarlah ketakwaan menjadi benteng bagi kita semua.
0 Komentar